mutiara hikmah sang teladan

"Pernah dengar nama "Luqmanul Hakim"?. Jika anda seorang muslim dan sering membaca Al Quran, saya yakin pasti mengetahui atau paling tidak pernah mendengar nama ini. Luqmanul Hakim adalah seorang 'alim yang karena keluasan ilmu dan kearifan yang dimilikinya, dimuliakan oleh Allah SWT dengan mengabadikan namanya dalam Al Quran (Surah Luqman). Tidak cukup sampai disitu, kisah hidup sang teladan yang penuh dengan mutiara hikmah, kemudian tertulis dengan tinta emas dalam lembaran-lembaran sejarah Islam. Mungkin hal ini disebabkan karena perjalanan kehidupannya syarat akan nilai-nilai hidup. Tidak sedikit ulama-ulama Islam dunia, baik itu yang sejaman dengan beliau maupun yang hidup sesudahnya, mengatakan bahwa Luqmannul Hakim memiliki derajat setingkat di bawah Nabi.

Cahaya Islam yang sangat kuat terpatri dalam hatinya, telah membawa beliau menuju maqom yang sulit ditandingi atau dicapai oleh manusia yang hidup di abad ini, menjadi pelajaran yang patut dijadikan contoh teladan bagi siapa saja dalam menjalani kehidupannya. Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan kepada pembaca sekalian, satu kisah yang merupakan bagian dari sejarah kehidupan Luqmanul Hakim yang insya Allah menarik untuk direnungkan. Mengapa?, karena menurut saya kisah ini sangat indah, sedikit lucu, tetapi mengandung pelajaran dan hikmah yang sangat besar. Saya sangat yakin setelah membacanya, akan banyak mempengaruhi pola fikir dan cara bertindak kita pada masa-masa yang akan datang, terutama dalam hal berfikir, bertindak dan mendidik. Kisah ini sekaligus mengajarkan pengetahuan tentang hakekat hidup, terutama pemahaman mengenai esensi dan tujuan hidup itu sendiri.

Tetapi sebelumnya, saya ingin bertanya kepada anda semua tentang tiga hal. Pertanyaan ini cukup anda jawab dalam hati, dan pada akhir kisah nanti, saya minta anda merenungkan dan dan menganalisa dengan baik, lalu hubungkan hasil analisa atau kesimpulan anda terhadap cerita ini dengan ketiga pertanyaan yang saya ajukan. Pertanyaan pertama, menurut anda, bagaimana konsep ideal dalam mendidik/mengajar?. Kedua, siapa yang anda harapkan memberi nilai atas suatu perkerjaan atau tindakan yang anda lakukan?, dan ketiga, apa sebenarnya tujuan hidup anda?. Sekarang, cobalah memberi jawaban terhadap ketiga pertanyaan saya barusan, dan nanti, cocokkan dengan kesimpulan analisa anda terhadap cerita ini.

Kisah ini sebenarnya sangat sederhana dan ini adalah bagian dari cara Luqmanul Hakim mengajarkan agama dan hakekat hidup pada anak-anaknya. Silahkan simak dengan baik kisah berikut (maaf, saya tidak menukilkan kisah ini sebagaimana kutipan aslinya, tetapi lebih kepada intisarinya) :

Suatu hari, seperti biasa Luqmanul Hakim sedang mengajar anaknya. Sementara pelajaran sedang berlangsung, tiba-tiba beliau menghentikan pelajaran dan meminta sang anak pergi mengambil kuda tunggangan. Beliau berpesan agar kuda yang diambil tidak terlalu besar dan hanya cukup untuk ditunggangi satu orang. Sang anak tanpa banyak tanya, kemudian pamit dan menuju ke belakang rumah mereka mengambil kuda sebagaimana pesan ayahnya. Ditambatkannya kuda tersebut pada salah satu pohon di depan rumah lalu ia kemudian memberitahu ayahnya bahwa kuda yang dimaksud sudah ditambatkan di depan rumah. Luqmanul Hakim berdiri dan mengajak anaknya menuju kuda tersebut, "Kita akan menuju suatu tempat" katanya.

Setelah berada di dekat kuda tersebut, Luqmanul Hakim lalu meminta anaknya naik di atas pelana kuda. Sang anak tentu terheran-heran, kemudian berkata pada ayahnya, : "Bukankah ayah yang sebaiknya naik kuda ini biar saya yang menuntun, apalagi ayahkan sudah tua". "Tidak mengapa, naiklah!", begitu kata Luqman. Sang anak pun dengan berat hati naik ke atas pelana kuda. Mereka pun berjalan meninggalkan rumah, Luqmanul Hakim berjalan di depan sambil memegang tali pengikat kuda.

Perjalanan kedua bapak dan anak ini melewati perkampungan yang cukup padat penduduk. Tentu saja banyak warga melihat Luqmanul Hakim yang mereka kenal dengan baik sebagai seorang 'alim melintas dengan anaknya. Mereka heran lalu kemudian berkata : "Wah zholim sekali anak itu, bisa-bisanya dia biarkan ayahnya yang sudah tua berjalan kaki sementara dia enak-enaknya menunggang kuda". Dalam waktu singkat, cerita ini beredar ke seluruh kampung, dan juga terdengar oleh Luqmanul Hakim.

Singkat cerita, Luqmanul Hakim dan anaknya telah menyelesaikan urusan dan merekapun bersiap untuk pulang. Saat hendak pulang, Luqmanul Hakim lebih dulu naik ke atas kuda, anaknya diminta berjalan di depan menuntun kuda sebagaimana yang dilakukannya pada perjalan mereka yang pertama. Kembali mereka melewati perkampungan tadi, dan tentu saja penduduk kampung melihat mereka berdua. Seperti halnya kejadian pertama, kali ini para penduduk berkata sesama mereka, : "Tega sekali Luqmanul Hakim membiarkan anaknya berjalan kaki sementara dia duduk dengan enaknya di atas kuda". Cerita ini pun menyebar dengan cepatnya ke seluruh penduduk desa.

Pada kesempatan yang lain, Luqmanul Hakim kembali bepergian bersama anaknya. Kali ini keduanya menunggangi kuda tadi dan melewati perkampungan yang sama. Penduduk yang melihat adegan ini melongo, seakan tidak percaya Luqmanul Hakim dan anaknya menunggang kuda secara bersamaan, padahal kuda itu hanya bisa ditunggangi satu orang. Pendudukpun berkata dengan sinis, : "sangat zholim anak dan bapak ini, bisa-bisanya kuda yang mestinya ditunggangi satu orang ditunggangi berdua". Luqmanul Hakim dan anaknya dianggap tidak memiliki perikemanusiaan (mestinya perikebinatangan ya!!! he he he), kisah ini selesai.

Sekarang, kesimpulan apa yang anda bisa petik dari kisah Luqmanul Hakim dan anaknya?, Cobalah hubungkan dengan ketiga jawaban anda dari pertanyaan yang saya ajukan tadi. Menurut saya ada tiga hal yang bisa kita ambil hikmahnya dari kisah ini :

Pertama :

Pendidikan dan ajaran moral butuh keteladanan (contoh kongkrit), tidak cukup hanya dengan banyak bicara dan retorika belaka. Seorang pemimpin (pada level apapun), penganjur kebenaran, penegak hukum, untuk membuat orang lain taat dan mengikuti kebenaran yang disampaikannya, harus dibarengi dengan contoh teladan yang baik. Mengapa?, karena kalau hanya sekedar teori apalagi retorika kosong, orang lain akan berkata : "Kalau itu sih semua orang bisa". Saya sengaja menyampaikan hal ini, mumpung menjelang Pilpres dimana waktunya kita harus memilih pemimpin yang satu kata dengan perbuatannya.

Kedua :

Intisari ajaran Islam yang coba diajarkan Luqmanul Hakim kepada anaknya dalam kisah ini yang dapat diambil hikmahnya adalah, mengajarkan kepada kita agar dalam berbuat dan bertindak, tidak usah mengharapkan penilaian orang lain. Karena jika itu yang kita lakukan, maka yakinlah bahwa anda tidak akan menemukan satu kebaikan apapun dari perbuatan anda. Lihatlah kisah Luqmanul Hakim di atas. Ketiga hal yang dilakukan bersama anaknya tidak satupun yang baik di mata penduduk yang melihatnya. Lalu pada pada siapa kita berharap penilaian itu???

Ketiga :

Tentu hanya pada Sang Pencipta Allah SWT, kita mengharapkan apa yang kita kerjakan di dunia ini mendapatkan penilaian. Penialaian yang baik berupa pahala yang merupakan satu-satunya modal sekaligus bekal dalam perjalanan menuju kehidupan selanjutnya. Tentu saja, perbuatan dan tindakan yang saya maksud di sini adalah yang sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan Rasulnya Muhammad SAW yang secara sangat gamblang tertulis dalam Al Quran dan Sunnah Rasulullah, bukan pada hukum dan aturan manusia yang banyak memiliki kekurangan.

Karena itu hanya pada Allah kita bertawaqqal dan hanya pada-Nya pulalah kita kembali. Selamat membaca semoga bermanfaat.

Wassalam

Baca juga artikel berikut :



5 komentar:

anazkia mengatakan...

Assalamu'alaikum...

Syukron atas sharingnya. Semoga kita mampu belajar banyak dari kisah ini Insya Allah...

oh ya, binatang itu keledai atau kuda yah...?? :)

fia al Kurosawa mengatakan...

Fia percaya sobat ikhwan pasti bagus dalam ulasan dan kajian beginian..salut mas, bagus sekali renungan sobat, mari menyedikitkan bicara dan memperbanyak amal...mudah2an bisa meneladani pribadi Luqman al Hakim..amin

BLOG BISNIS MUKLIS|Motivasi dan bisnis mengatakan...

Sebuah cerita dan pembelajaran yang sangat mendekati sempuran, hampir setingkat di bawah nabi, artikel yang menyejukan mas terimakasih atas sharingnya, salam dari BLOG BISNIS MUKLIS|Motivasi dan bisnis

NURA mengatakan...

salam sobat,,semoga kita semua bisa ya,,,sedikit teladan dan sedikit memiliki derajat setingkat di bawah NABI,,,semoga saja.,,ngga muluk-muluk.

eastuty mengatakan...

Dan memang seharusnya kita berpikir, berasa, bertingkah laku itu bukan karena ingin mendapat pujian dari sesama makhlukNya, sebaiknya dan seHARUSnyalah kita melakukan itu semua semata hanya KARENANYA dan untuk mencari RIDHONYA, bener ga saudaraku...
"Salam Hangat" dari seorang sahabat di pinggiran kota Bandung yang dingin.....

Copyright © 2009 - ekspresi ikhwan - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Blog and Web - Dilectio Blogger Template