teladan sang pemimpin

Malam itu seorang laki-laki bertubuh kekar dan tegap melangkah keluar dari rumahnya. Disinari temaram rembulan, angin semilir yang meniupkan udara dingin menusuk, serta malam yang makin beranjak larut, sang lelaki berjalan menyusuri jalanan mengitari daerah yang merupakan wilayah kekuasaannya. Dalam perjalanannya, secara tidak sengaja waktu melewati sebuah gubuk sederhana, sang lelaki mendengar sayup-sayup tangisan anak kecil disertai suara ibunya yang terus-menerus membujuknya agar diam. Sang lelaki tegap ini kemudian mendekat untuk mendengarkan apa gerangan yang terjadi pada anak tersebut. Sepintas ia mendengarkan rengekan sang anak yang terus menangis meminta makan kepada ibunya.

  • Anak : "Bu...lapar bu, lapaaaaar, makan bu!", kata sang anak sambil tetap menangis.

  • Ibu : "Sabar nak, sabar, masakannya sebentar lagi selesai" sambil terus membujuk anaknya.

Rupanya sang ibu ini pura-pura menyalakan perapian di dapur dan seakan-akan sementara memasak, sekedar untuk mengelabui anaknya agar berhenti dari tangisnya padahal di dalam periuknya ia hanya memasukkan batu, karena di rumahnya memang tidak ada lagi yang bisa dimasaknya. Ibu ini rupanya adalah orang miskin yang hidup dengan beberapa orang anaknya. Sambil terus berpura-pura menggoyang-goyangkan periuknya seperti seseroang yang sedang memasak, ia terus membujuk sang anak agar berhenti dari tangisnya.

Sang lelaki tegap ini menjadi miris dan perlahan-lahan air matanya menetes membasahi pipinya tanpa ia sadari, demi mendengar percakapan singkat ibu dan anaknya tersebut yang disertai dengan isak tangis. sang lelaki kemudian bergumam dalam hati, "Masih ada juga rupanya penduduk negeri ini yang hidupnya susah sementara aku hidup dalam kesenangan, bagaimana nanti di akhirat aku pertanggungjawabkan semua ini?". Akhirnya sang lelaki tegap memutuskan untuk tidak melanjutkan patroli malamnya dan segera meninggalkan rumah itu dan bergegas melangkah pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, matanya tidak dapat terpejam barang sedikitpun, bayangan anak dan ibu tadi terus mengisi hati dan fikirannya.

Selepas sholat subuh, ia kemudian berjalan ke ke gudang tempat penyimpanan bahan makanan dan mengambil sekarung gandum, kemudian dipikulnya menuju rumah sederhana yang disinggahinya tanpa sengaja tadi malam. Melihat kejadian ini sontak seluruh laskar (tentara) yang bertugas pagi itu kebingungan dan berlarian mendekati sang lelaki, yang sesungguhnya adalah Khalifah Umar Ibnul Khattab Radhiallaahu Anhu yang digelari Rasulullah SAW Alfaruq. Semua laskar yang mendekatinya kemudian meminta kepada baginda Khalifah agar menurunkan gandum yang sementara dipikulnya. Sang Khalifah kemudian sejenak menghentikan langkahnya dan berbalik kepada para tentaranya yang sedari tadi mengikutinya dan berkata :

"Wahai sekaian laskarku, kalau kalian mau menggantikan aku memikul gandum ini, apakah kalian juga mau memikul dosa-dosaku di hari kemudian karena kelalaianku, dimana saat aku memimpin kalian, ternyata masih ada rakyatku yang hidup dalam kemiskinan, bahkan untuk sekedar makan saja tidak ada lagi yang dimilikinya, apakah kalian mau?".

Sang khalifah kemudian melanjutkan perjalanannya memikul gandum menuju rumah yang disinggahinya semalam.

Nukilan kisah di atas bukan cerita fiksi atau dongeng yang biasa kita temui dalam novel, seni drama, sinetron bahkan film sekalipun. Ia adalah realitas sejarah dan merupakan sebuah kisah dari sisi kehidupan seorang khalifah yang bernama Umar Bin Khattab RA yang tercatat dengan tinta emas dalam sejarang Islam. Hikmah yang dapat kita petik dari sepenggal sejarah kehidupan sang khalifah ini adalah betapa ia telah mengajarkan bagaimana seharusnya seorang pemimpin bersikap dan bertindak terhadap rakyatnya. Kekuasaan yang ada padanya dijadikan sebagai alat untuk mengayomi, melindungi rakyatnya. Jabatan baginya adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di yaumil akhir, bukan prestise yang membuat orang lain harus berdecak kagum, dan bukan pula tujuan dari kehidupan seseorang. Betapa seorang Umar telah memberikan teladan, bagaima seharusnya seseorang memposisikan dirinya tatkala kekuasaan dan jabatan itu berada dalam genggamannya.

Bagaimana dengan pemimpin-pemimpin kita sekarang?, melalui tulisan ini, saya tidak ingin membandingkan sejarah hidup seorang Umar RA dengan pemimpin-pemimpin Indonesia hari ini, tentu andalah yang berhak menilainya. Apalagi dalam menyongsong pemilu presiden yang tingal sebulan lagi, anda tentu yang paling mengetahui siapa yang paling layak anda pilih. Tetapi yang pasti, setiap kita adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya, termasuk diri kita sendiri,wallahu 'alam bisshowab.

Baca juga artikel berikut :



0 komentar:

Copyright © 2009 - ekspresi ikhwan - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Blog and Web - Dilectio Blogger Template