pesta dan pemilu

K urang lebih enam belas hari lagi, tepatnya pada tanggal 9 Juni 2009, rakyat Indonesia akan mengadakan "pesta demokrasi" (begitu kata penguasa dan politisi), ya pesta demokrasi atau yang biasa disebut pemilu (Pemilihan Umum). Sebagai pribadi, saya sebenarnya tidak terlalu suka mendengar istilah "pesta demokrasi, atau pesta rakyat" untuk menggantikan kata pemilu. Mengapa?, sebab konotasi kata "pesta" menurut saya adalah sebuah acara/hajatan yang dilaksanakan oleh seseorang karena suatu sebab misalnya, karena mendapatkan rezeki yang tidak disangka-sangka, atau menikahkan anak, atau sebab lain yang tentu saja merupakan implementasi kebahagiaan yang coba dibagi dengan sesama, entah itu kerabat, handai taulan, kolega dan tetangga,


Sementara itu, pemilu yang sebentar lagi akan dilaksanakan sama sekali hampir tidak ada kaitannya dengan pesta, kecuali hadirnya bentuk keramaian seperti kampanye, sosialisasi dan seabrek kegiatan lainnya yang melibatkan rakyat, tetapi sama sekali tidak ada kaitan dengan sesuatu yang mendatangkan kebahagiaan sebagaimana layaknya orang yang sedang berpesta. Kebahagiaan mungkin saja dirasakan bagi para politisi (caleg) yang sebentar lagi akan bergembira jika terpilih menduduki kursi empuk sebagai yang "terhormat", panggilan yang sering diberikan pada mereka yang katanya wakil rakyat (mewakili rakyat)di parlemen sebagai anggota DPR, DPD, dan DPRD. Tetapi bagi sebahagian besar bagi rakyat yang mengikutinya, hajatan ini sesungguhnya hanya bentuk eksploitasi terhadap mereka tanpa disadarinya.

Mungkin masih banyak yang mau saja menjadi peserta dan mengikuti pesta ini karena merasa masih ada asa di sana. Paling tidak kata sebagian mereka, semoga ada setetes embun yang diharapkan bisa memberi kesejukan atas nasib mereka yang kunjung tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Sehingga dengan tanpa pamrih mereka ikut menceburkan diri dalam pesta yang tidak jelas, apakah ini awal dari kebahagiaan ataukah sebaliknya menuju kesengsaraan. Rupanya rakyat masih saja percaya bahwa pesta inilah tempat menggantungkan masa depan mereka, sebagaimana janji-jani para politisi untuk mengentaskan mereka dari kemiskinan dan kemelaratan, yang semoga saja dengan pesta ini bukan justru makin menghempaskan mereka ke dalam jurang kemiskinan yang lebih dalam.

Sekarang muncul pertanyaan : "Benarkah pesta demokrasi ini (pemilu) dapat merubah nasib rakyat?", karena berdasarkan pengalaman dan kenyataan sejarah, harapan rakyat hanya dilambungkan ke langit yang sangat tinggi dengan janji-janji kosong berbalut buaian dan slogan manis kesejahteraan, masa depan yang lebih baik, Indonesia baru, lapangan kerja baru, dan bentuk janji-janji lainnya saat para politisi dan penguasa membutuhkan suara mereka, karena memang suara merekalah yang menjadi syarat bagi penguasa dan politisi untuk duduk dikursi empuk kekuasaan yang bergelimang kemewahan dan fasilitas atau tercampakkan ibarat sampah yang tidak lagi diperlukan jika mereka gagal meraih simpati rakyat.

Untuk itulah sebagai rakyat, mari renugkan hakekat dan keberadaan kita sebagai rakyat. Ternyata kita ini sangat berharga bagi mereka (politisi dan penguasa), karena itu jangan sekedar ikut berpesta lalu kemudian lalai dan terninabobokkan oleh minuman yang memabukkan (janji-jani manis politisi dan penguasa), karena jika itu tidak disadari, maka pesta ini bukan awal dari kebahagiaan yang akan kita raih, tetapi sebaliknya merupakan awal dari kesengsaraan yang akan kita rasakan sampai lima tahun berikutnya. Jika dirasakan bahwa pesta ini hanyalah buaian dan cuma sekedar mimpi dan angan-angan, maka jangan segan untuk meninggalkannya. Toh nasib kita, kita sendiri yang akan menentukannya, bukan mereka.

Baca juga artikel berikut :



0 komentar:

Copyright © 2009 - ekspresi ikhwan - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Blog and Web - Dilectio Blogger Template