"pdip", partainya wong cilik, atau partainya yang licik

Pengumuman hasil rekapitulasi perhitungan dan perolehan suara partai politik peserta pemilu oleh KPU beberapa hari yang lalu, menandai berakhirnya pemilu legislatif 2009. Seperti yang kita ketahui, banyak kalangan menilai bahwa dari sekian kali penyelenggaraan pemilu di Indonesia, baik itu sejak jaman orde lama maupun orde baru, sampai ke orde reformasi ini, pemilu legislatif tahun 2009 dianggap pemilu terburuk dalam sejarah penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Apa pasal?, banyak hal yang bisa dijadikan indikator, seperti misalnya, kesalahan distribusi surat suara, banyaknya wajib pilih yang tidak terdaftar (data komnas HAM ada 20 juta lebih), penggelembungan suara terjadi di mana-mana, keberpihakan KPU mendukung partai politik tertentu, sampai pada kekacauan proses perhitungan suara yang terjadi di sejumlah tempat. Dalam kacamata saya, ini bukan sebuah kesalahan yang tidak disengaja, melainkan sebuah rekayasa sistemik dari pihak-pihak tertentu untuk memenangkan partai politik tertentu. Tapi sudahlah, semua itu telah terjadi dan biarlah aparat yang berwenang (Komisi Konstitusi) yang menentukan prosesnya lebih lanjut.

Pada kesempatan kali ini, saya ingin sedikit mengulas eksistensi PDIP sebagai partai oposisi yang selama ini mengklaim dirinya sebagai partainya wong cilik. Seperti telah kita ketahui bersama, kekalahan PDIP pada pemilu presiden pada tahun 2004, membawa PDIP mengambil sikap oposisi, baik dalam pemerintahan maupun parlemen. Dari gedung wakil rakyat di Senayan, PDIP melalui wakil-wakilnya gencar melancarkan serangan-serangan kepada pemerintahan SBY-JK. Mulai dari kebijakan BLT, Turunnya BBM yang disinyalir dijadikan kesempatan oleh SBY sebagai upaya membangun popularitas dll.

Demikian pula halnya dengan sang ketua umum mantan presiden wanita pertama Indonesia Megawati Soekarnoputri, juga gencar melancarkan kritik pada pemerintah. Kritikan pedas terakhir yang masih segar dalam ingatan kita dilontarkan Mengawati dalam sebuah even nasional PDIP, dimana saat itu Megawati secara terang-terangan mengatakan pemerintahan SBY-JK dalam kurun waktu kurang lebih lima tahun hanya menjadikan rakyat ini seperti mainan yoyo.

Analisis di atas menunjukkan betapa Megawati melalui PDIP nya benar-benar menunjukkan dirinya sebagai pribadi dan partai politik yang berseberangan dengan pemerintah (oposisi). Sikap ini ditunjukkan sampai detik-detik terakhir berakhirnya tahapan pemilu legislatif 2009, beberapa jam sebelum KPU pusat mengumumkan hasil rekapitulasi perolehan suara partai politik peserta pemilu legislatif tahun 2009 yang telah berakhir dua hari lalu. Langkah ini semakin diperkuat saat PDIP bersama-sama dengan beberapa partai politik yang sudah pasti lolos ke Senayan (memenuhi syarat 2,5 % elektoral treshold), membentuk koalisi besar di parlemen untuk menjajal partai Demokrat yang menjadi pemenang pemilu. Tindakan ini masih dibumbui dengan slogan PDIP sebagai partainya wong cilik yang harus beridiri paling depan untuk membela nasib rakyat kecil. Oleh karena itu, Megawati dipastikan tetap maju sebagai calon presiden pada pilpres tanggal 8 Juli 2009.

Untuk mewujudkan keingianannya, serta melaksanakan amanat kongres, Megawati dengan teamnya pun mulai melakukan komunikasi politik dengan partai politik lain guna mencukupkan perolehan suara PDIP yang hanya 14% agar memenuhi syarat pencalonan yang harus mencapai 20%. Komunikasi politik yang pertama dilakukan PDIP dengan Hanura pimpinan Wiranto dan Gerindra dibawah asutan Prabowo. Dengan kedua partai politik ini, tidak ada hasil kongkrit yang tercapai, karena prabowo ngotot ingin tetap jadi calon presiden. Pasca bercerainya Golkar dengan Partai Demokrat, PDIP pun mencoba mengalihkan sasarannya ke Golkar dengan harapan JK mau menerima posisi cawapres. Ternyata gayung PDIP tak disambut baik oleh Golkar yang kukuh untuk tetap mengusung JK for president.

Dengan kebuntuan komunikasi politik inilah, dalam acara syukuran kemenangan Demokrat di pendopo kediaman SBY di Cikeas Bogor, sang Ketua Dewan Penasehat Partai Demokrat itupun menegaskan, mengakui bahwa memang saat ini sedang dilakukan upaya untuk menyatukan Demokrat dan PDIP dalam bentuk koalisi. Hal ini diaminkan oleh Cahyo Kumolo (seorang petinggi PDIP) dalam sebuah wawancara TV dengan mengatakan : "koalisi besar tinggal masa lalu". "What happen?", ini pertanyaan yang banyak membuat pengamat dan pakar politik ternganga. Kok bisa ya?, sang ketua umum yang selama ini gencar menghantam Pemerintah tiba-tiba berbalik , bahkan ingin menjalin koalisi dengan Partai Demokrat. Kata seorang wartawan politik senior, "Ini adalah sebuah pembelajaran politik yang sangat buruk bagi masyarakat". Memang, tindakan PDIP ini sah-sah saja, toh dalam politik tidak mengenal istilah kawan atau lawan yang abadi. Dalam politik, kepentingan itulah yang abadi. Hanya saja, jika tindakan PDIP ini di tinjau dari sudut pandang etika politik, tentu hal ini sesuatu yang sangat tidak lazim.

Dengan melihat manuver politik PDIP ini, secara perlahan-lahan PDIP telah membuka kedoknya sendiri. Bahwa statemen yang selama ini di kampanyekan ke mana-mana sebagai partainya wong cilik makin membuktikan bahwa ternyata itu hanya kedok untuk meraih simpati rakyat cilik agar mau memilih PDIP. Sebagai seorang pemerhati politik yang hanya mengikuti sepak terjang para politisi dan partai politik melalui televisi, jika benar terbukti PDIP berkoalisi dengan Partai Demokrat, maka menurut saya, makin nyatalah bahwa ternyata PDIP sejak awal pembentukannya memang hanya bertujuan mengejar kekuasaan, bukan ingin membela rakyat, apalagi rakyat kecil yang sering disebutnya wong cilik.

Bahkan menurut sebuah sumber, jika Demokrat ingin menjalin koalisi dengan PDIP, Megawati telah menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh SBY. Salah satu di antaranya SBY harus mengalokasikan sejumlah kursi menteri untuk PDIP jika terpilih. Jika ini benar, sangat jelas dan terang benderang, bahwa PDIP selama ini hanya mengelabui rakyat. Karena itu dapat dikatakan "PDIP bukan partainya wong cilik tetapi partai yang licik", tentu demikian pula dengan para politisinya. Wallahu 'alam.

Baca juga artikel berikut :



0 komentar:

Copyright © 2009 - ekspresi ikhwan - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Blog and Web - Dilectio Blogger Template