"golput", haram?

I nsya Allah dua bulan kedepan Bangsa Indonesia akan melaksanakan pesta rakyat (katanya sih), entah apa yang digunakan sebagai dasar mengatakan PEMILU adalah pesta rakyat. Kalau menambah kesengsaraan rakyat!!!, barangkali (he he he). Sebagai rakyat Indonesia, terutama mereka yang berusia tujuh belas tahun ke atas atau pernah menikah (bukan kawin!!!), masing-masing diberi hak menurut undang-undang untuk ikut berpesta (memilih maksudnya). Tujuannya adalah memilih para wakil rakyat untuk duduk di kursi panas DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota, dan memilih presiden (pemilunya belakangan). Udah pernah merasakan duduk dikursi panas belum??? (ha ha ha). Kalau sudah selamat deh, tapi kalau belum bisa dicoba tahun depan jadi Caleg.


Menurut undang-undang Republik Indonesia (maaf lupa nomornya), memilih adalah hak bagi setiap warga negara yang sudah berstatus wajib pilih. Artinya, pemerintah dalam hal ini negara, memberikan keleluasaan, kebebasan bagi mereka yang berstatus wajib pilih untuk menyalurkan aspirasi politiknya secara bebas sesuai keinginan dan selera masing-masing. Sehingga tidak perlu ada pihak atau elemen manapun dari bangsa ini yang bisa melakukan pemaksaan, tekanan dalam berbagai bentuk untuk mengarahkan wajib pilih dalam menentukan pilihan politiknya.

Baru-baru ini segenap rakyat Indonesia khususnya ummat Islam heboh dengan dikeluarkannya fatwa oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan GOLPUT (Golongan Putih), atau bahasa kerennya abstain/tidak memilih. Artinya bagi setiap wajib pilih yang tidak ikut memilih pada pemilu bukan april mendatang dan pada pemilihan presiden nanti sedang dia beragama Islam, maka hukumnya adalah "HARAM". Dengan demikian pelakunya mendapat ganjaran dosa dan tentu saja sangsi agama bagi pelaku perbuatan haram adalah "NERAKA". Kalau misalnya ada sekitar 40% saja rakyat ini yang tidak memilih, yakinlah NERAKA akan penuh dengan ummat Islam Indonesia. Karena itu, jalan satu-satunya untuk membersihkan diri adalah dengan taubatan nusuha.

Dalam pandangan saya, MUI sudah terlalu jauh terlibat dalam politik praktis, dengan menggunakan kapasitasnya sebagai lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa atas status hukum sebuah masalah. Masih untung kalau fatwa ini bukan fatwa orderan (pesanan pihak tertentu) yang ingin memanfaatkan suara ummat Islam dalam rangka kepentingan politiknya (melanggengkan kekuasaan misalnya). Sebagai orang awam, fatwa ini sangat lucu menurut saya. Kenapa???, kok baru sekarang ada fatwa semacam ini, dan mengapa untuk menentukan pilihan politiknya saja ummat ini harus diancam dengan kata "HARAM" oleh ulamanya sendiri?. Apakah ummat ini buta dan bodoh politik sehingga tidak bisa membedakan mana yang harus dipilihnya???, atau ummat Islam sudah terlalu nakal dan susah diatur sehingga harus dikerangkeng dalam keinginan dan kehendak para ulama-ulama itu???, atau ulama-ulama (MUI) sudah tidak ada kerjaan lagi sehingga merasa harus turut campur dalam mengatur hak-hak pribadi ummatnya???.

Golput adalah alternatif pilihan dan siapapun dari rakyat ini boleh melakukannya. Pertimbangannya tentu saja didasarkan atas fakta-fakta yang terjadi sepanjang sejarah panjang perjalanan bangsa ini. Pemimpin datang silih berganti, dari yang tamatan SMA sampai ke doktor dan jenderal pula, tetapi keadaan rakyat terus saja seperti sekarang. Lalu apakah salah jika rakyat ini memilih untuk tidak memilih??.

Janji-janji manis para elit politik dan kekuasaan yang sering dilontarkan menjelang pemilu hanyalah buaian yang dibingkai dan dirajut dengan kalimat-kalimat indah yang menipu dan tak tahu kapan realisasinya. Perbaikan nasib rakyat, kehidupan yang aman sentosa, damai sejahtera tata tentram kerto raharjo, adalah retorika kosong yang akan mereka lupakan tatkala kekuasaan itu telah berada di tangannya. Lalu salahkan rakyat yang bodoh ini jika memilih sikap GOLPUT dan tidak memilih siapapun dalam pemilu nanti???. Lalu kalau harus memilih, siapa yang akan dipilih?, kata orang jawa : "wong calonnya itu-itu saja". Sekiranya para ulama itu (baca MUI) bisa memberikan alternatif pilihan pemimpin siapa yang akan dipilih, mungkin lain ceritanya.

Jika berbicara urusan memilih, mari kita serahkan pada kehendak dan keinginan mereka yang memiliki wajib pilih. Mau golput, memilih, itu menjadi urusan masing-masing dan tidak perlu dipaksa-paksa apalagi dibuatkan fatwa. Saya yakin bahwa rakyat ini sudah menentukan pilihan siapa yang akan dipilihnya dalam pemilu nanti. Yang pasti mereka tidak akan pilih MUI kecuali kalau MUI jadi calon presiden, Wallahu 'alam bisshowab.

Baca juga artikel berikut :



0 komentar:

Copyright © 2009 - ekspresi ikhwan - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Blog and Web - Dilectio Blogger Template