rakyat indonesia ogah politik aliran

Pemilihan umum baru saja selesai dua hari yang lalu, proses penghitungan perolehan suara partai-partai politik oleh KPU masih terus berlangsung sampai saat artikel saya tulis. Diluar prediksi banyak orang, hasil quick count (hitungan cepat) yang dilaksanakan beberapa lembaga survey dan stasiun TV menunjukkan, duplikat partainya Barrac Hussein Obama president of The United States (Partai Demokrat) melejit tak terbendung meniggalkan para pesaingnya, termasuk raksasa politik Indonesia sang beringin rindang (Partai Golkar) yang telah merajai dunia perpolitikan Indonesia selama hampir setengah abad lamanya. Demikian pula halnya PDIP yang mengaku partainya wong cilik, kali ini tak berdaya melawan kedigdayaan sang Demokrat. Walaupun belum ada penetapan resmi KPU pusat mengenai partai politik pemenang pemilu tahun ini, hampir dapat dipastikan Partai Demokrat tidak bakal tergeser dari posisinya dinomor urut satu, karena selisih suara dengan para pesaingnya, PDIP dan Golkar cukup signifikan, bahkan bisa dikatakan suara sisa yang tinggal beberapa persen lagi, kalaupun seluruhnya terbagi kepada partai yang lain juga tak mampu mengejar perolehan suara pertai Demokrat.

Lalu bagaimana perolehan suara partai-partai Islam seperti PKS, PPP, PBB, PKB, PKNU, PSI, PBR dan lain-lain?. Seperti halnya pada pemilu-pemilu sebelumnya, perolehan suara partai-partai Islam pada pemilu kali ini tidak jauh beda dengan pencapaian mereka pada pemilu lalu, bahkan mungkin bisa dikatakan mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hanya PKS yang mengalami sedikit peningkatan, itupun sebenarnya bisa dianggap penurunan karena rendahnya tingkat partisipasi pemilih yang mencapai angka 30%. Artinya, dari sisi persentase, PKS mengalami kenaikan sekitar 1% dibanding lima tahun lalu, tetapi dari sisi kuantitas jumlah pemilih mengalami penurunan.

Realitas ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, ternyata tidak terlalu suka dengan politik berbau aliran (agama). Terbukti dari pemilu ke pemilu partai-partai yang berbasis Islam tidak dapat berbuat banyak melawan partai nasionalis seperti Golkar, PDIP, dan Demokrat. Lebih mencengangkan lagi, Partai Hanura dan Gerindra yang juga berbasis nasionalis dan juga nota bene partai yang baru lahir, justru memperoleh dukungan yang fantastis dengan mengalahkan beberapa partai-partai Islam yang telah lebih dulu menjadi kontestan pemilu dari periode ke periode.

Pertanyaan yang muncul adalah : "Ada apa dengan ummat Islam dan partai-partai Islam ini?. Mengapa ummat Islam yang mayoritas di negeri ini hampir tidak percaya dengan partai politik yang menjadikan agama sebagai basisnya?. Apa sebenarnya yang salah dari partai-partai Islam ini?. Sebenarnya pertanyaan seperti ini mungkin terlalu subjektif, karena pemilih partai-partai nasionalis itupun sebagian besar ummat Islam. Tetapi mengapa tidak satupun diantara partai-partai Islam itu yang bisa menonjol perolehan suaranya. Tarolah misalnya PKS yang selama ini mengklaim dirinya sebagai partai bersih (no skandal) dan terkenal santun dalam berpolitik, toh juga tidak bisa berbuat banyak. Akhirnya kesimpulannya tetap sama, bahwa ummat Islam Indonesia memang tidak suka atau ogah dengan politik aliran.

Sejarah Indonesia membuktikan bahwa, sejak dibredelnya Masyumi oleh rejim Soekarno di masa orde lama, setelah itu tidak ada lagi partai-partai politik berbasis Islam yang mampu berbicara di pentas politik nasional, termasuk PPP di masanya. Mungkin terlalu kasar kalau dikatakan partai-partai politik berbasis Islam hanya mampu menjadi peserta penggembira setiap kali hajatan atau pesta lima tahunan itu digelar. Tetapi anehnya kondisi ini sepertinya tidak didicermati dengan baik oleh partai-partai Islam itu.

Sebagai orang awam, saya kadang berfikir, mengapa tidak pernah terlintas dibenak para politisi Islam itu untuk bersatu?. Kalau dikalkulasi perolehan suara mereka, lebih dari cukup untuk megalahkan partai-partai nasionalis, itupun jika mereka mempunyai keinginan untuk menjadi penentu kebijakan di negeri ini. Tapi apa lacur, ali-alih berfikir ke arah persatuan, justru sebaliknya mereka saling gontok-gontokan. Belum lagi para anggota legislatifnya di parlemen menunjukkan prilaku yang justru sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang sering mereka jadikan jualan politik mempengaruhi rakyat. Sebutlah misalnya kasus yang menimpa Al Amin Nasution, Yusuf Emir Faisal, Abdul Hadi Jamal (PAN dengan basis Muhammadiyah) yang terlibat dalam skandal korupsi. Bahkan PKS dengan bangganya melepaskan identitas dan jati dirinya sebagai partai Islam dengan alasan klise, "Sudah saatnya PKS lebih terbuka". Lalu seperti apa hasilnya setelah PKS menjadi lebih terbuka???. Target perolehan suara 20$ rupanya hanya mimpi bahkan bisa dikatakan ilusi, yang didapat justru tidak sampai setengahnya (10%).

Akhirnya sekali lagi kita harus berkata, bahwa ummat Islam Indonesia belum terlalu suka dengan politik aliran bahkan mungkin tidak akan pernah suka. Kondisi ini semestinya dijadikan pelajaran penting para politisi Islam, bahwa dengan cerai berai dan centang perenang seperti sekarang, hanya akan membuat ummat ini bingung dan ahirnya meninggalkan mereka. Menghadapi pemilu lima tahun yang akan datang, harusnya mereka semakin menata diri dan mencoba meretas jalan menuju persatuan, karena sejarah membuktikan tidak ada kekuatan tanpa persatuan. Benar kata Rasulullah Muhammad SAW, "suatu saat ummat Islam akan menjadi golongan terbesar, tetapi mereka seperti buih dilautan, jumlah mereka (ummat Islam( banyak, tetapi tidak memiliki kekuatan apapun". Mengapa???, karena mereka meninggalkan ajaran luhur yang yang ditinggalkan Muhammad Rasulullah SAW, berpaling kepada hukum buatan mereka sendiri, "DEMOKRASI" yang entah dari mana asalnya, yang juga terkadang suka bikin crazy (gila).

Wallahu 'alam

Baca juga artikel berikut :



2 komentar:

Ajeng mengatakan...

Setuju dg paragraf terakhir.Kadang kita emang lebih asyik meributkan perbedaan dari pada mencari persamaan.Karena dg mencari-cari perbedaan justru kita akan makin terpecah belah... Seep,terus berbagi yach?

Blogger Jakarta mengatakan...

Ente Bener bro.. Hanya saja.. saat ini kite perlu adanya generasi Aliran Islam.. dan di Upayakan , kite sebagai penganut tu Aliran, jangan sampe mengotori / menodai Aliran yg kite ikuti itu.. Biar bagaimanapun, kite kan butuh Next Generation, Bener ga Sob..? ^_^ ...

Copyright © 2009 - ekspresi ikhwan - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Blog and Web - Dilectio Blogger Template